Oleh: Ustadz Salim A Fillah
"Bagian dari
negeri-negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya,"
demikian sabda Rasulullah dalam riwayat Imam Muslim. Inilah letak-letik
keberkahan yang paling bertebar kita jumpai di segenap penjuru bumi. Ia
merupakan tempat yang paling teduh di dunia, sebab di sinilah para hamba
menyungkurkan kepala dalam sujud berserah pada kekasihnya. Ialah tempat paling
bercahaya di mayapada, sebab nama Dzat Yang Maha Agung disebut-sebut dengan
takbir, tahmid, tasbih, dan tahlil yang mesra.
"Masjid adalah rumah
Allah di muka bumi," kata Ibn 'Abbas, "yang akan bersinar bagi para
penduduk langit, sebagaimana bintang-bintang di angkasa yang bersinar bagi para
penghuni bumi."
Masjid dinisbatkan kepada
Allah sebagai rumah-Nya, bukan karena ini adalah tempat tinggal-Nya. Maha Suci
Dia lagi Maha Mulia. Ini adalah penghormatan dari-Nya terhadap para hamba yang
menjadikan Masjid sebagai tempat berhimpun untuk mentaati-Nya. Hinggalah para
permakmur Masjid ini juga dimuliakan dengan sebutan "keluarga Allah"
oleh Sang Nabi dalam hadits riwayat Imam Ath-Thabrani.
Bertasbihlah
kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan
disebut nama-Nya di dalamnya, di waktu pagi dan petang; laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingati
Allah... (Q.S. An Nuur [24]: 36-37)
Inilah orang-orang yang
dikaruniai cahaya Allah. Mereka adalah insan-insan yang paling jujur, amanah,
serta paling ihsan dalam menunaikan pekerjaan dan perdagangannya sebab
selalumeyakini pengawasan Allah yang tak henti-henti. Dalam kesibukannya, hati
mereka selalu rindu pada panggilan bermesra pada Sang Pencipta. Kumandang Adzan
itu yang mengundang mereka bergegas menuju letak-letik kedamaian di lapis-lapis
keberkahan. Payah dan lelah mereka sembuhkan di Masjid, ketika ruh tersambung
kembali pada Rabb Yang Maha Tinggi.
Menuju Masjid adalah
perjalanan yang sangat berharga. Para “Keluarga Allah” ini telah menanggalkan
dosa dan melangitkan derajat di sisi Rabbnya, bahkan sejak mengayunkan dua
langkah pertama.
“Barang siapa bersuci dari
rumahnya kemudian berjalan menuju salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah
untuk menunaikan suatu fardhu dari kewajiban-kewajiban yang diperintahkan
Allah,”begitu titah Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam sebagaimana dikemukakan oleh Imam Muslim, “maka salah satu langkah
dari kedua kakinya akan menghapus kesalahannya dan langkah lainnya akan
meninggikannya satu derajat.”
Lapis-lapis keberkahan itu
berlanjut ketika mereka sampai ke Masjid. Dalam Shahihain tercantum sabda Sang Nabi bahwa ganjaran shalat bagi yang
menunaikannya di Masjid dilipatkan hingga 27 derajat. Kemudian, penantian
terindah adalah menunggu shalat dari selesainya suatu shalat. Pada saat itu,
para “keluarga Allah” ini tak henti terhitung sedang shalat, dan malaikat terus
menerus berucap, “Allahumma Shalli ‘Alaihi Allahummarhamhu. Ya Allah, limpahkan
kebaikan sempurna kepadanya. Ya Allah, sayangi dia.”
Lapis-lapis keberkahan Masjid
berlanjut dengan majelis ilmu yang ada disana, ketika firman Allah dihayati di
rumah Allah oleh para “keluarga Allah”.
“Tidaklah suatu kaum berhimpun
di satu rumah di antara rumah-rumah Allah,” ujar Rasulullah dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, dan Ibn Majah, “mereka membaca kitab
Allah dan mengkajinya di antara mereka, melainkan rahmat akan dicurahkan kepada
mereka, para malaikat menaungkan sayap-sayapnya, ketentraman turun pada yang
duduk disana, dan Allah menyebut-nyebut nama-nama mereka semua dengan bangga
pada kalangan makhluq-makhluq mulia di sisi-Nya.”
Curahan rahmat, betapa
memuncak nikmat. Naungan sayap malaikat, betapa pembelaan dahsyat. Turunnya
sakinah, betapa ketentraman indah. Disebut-sebut Allah, betapa bangga meruah.
Dan ketika hati terpaut pada
rumah-Nya, di lapis-lapis keberkahan Dia menjaminkan perlindungan yang tak
dapat disediakan, kecuali oleh-Nya.
Inilah Sang Nabi menyatakan, “Ada
tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan-Nya, pada hari
ketika tiada naungan selain naungan-Nya.” Dalam hadits yang disepakati
keshahihannya oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim ini beliau menyebutkannya satu
demi satu, dan diantara mereka adalah, “Seorang lelaki yang hatinya senantiasa
terpaut pada masjid-masjid.”
“Makna dari terpaut,” tulis
Imam An-Nawawi dalam syarh Shahih Muslim, “yakni sangat cina kepada rumah Allah
itu dan bermulazamah, berusaha keras untuk senantiasa hadir menunaikan shalat
berjama’ah padanya. Jadi, bukan dalam bentuk terus-menerus duduk di dalamnya.”
Masjid adalah salah satu pilar
peradaban Islam, maka Rasulullah mengutamakan pembangunanya begitu tiba dalam
hijrahnya di Madinah. Dari sanalah terbit lapis-lapis keberkahan, sebab
hati-hati yang tersambung ke langit pastilah yang paling mampu membangun bumi.
Dr. Nashir ibn ‘Abdurrahman
Al-Juda’i dalam At-Tabarruk Anwa’uhu wa Ahkamuhu menegaskan bahwa hampir semua
urusan kejama’ahan dan kemasyarakatan kaum Muslimin menurut teladan dari kurun
terbaik ditunaikan di masjid. Ialah madrasah yang telah meluluskan para ulama
dan pemimpin ummat. Ialah tempat untuk berfatwa tatkala masyarakat mencari
petunjuk untuk mengamalkan agama dalam menghadapi berbagai persoalan
keseharian. Ia pula mahkamah untuk mengadili persengketaan di antara kaum
Muslimin. Dahulu Sang Nabi menerima para duta negara lain juga di Masjidnya. Di
bagian dari Masjid pula terdapat kemah untuk merawat yang sakit atau terluka.
Ia adalah ribath, panti tempat para dhu’afa menggantungkan hajatnya selama
belum termandirikan. Ke masjid jugalah kaum muslimin dihimpun dan ditata.,
untuk keberangkatan dalam jihad, dakwah dan urusan-urusan besar lainnya.
Sayyidina Abu Bakr Ash-Shiddiq
pernah menengarai sebuah penanda peradaban. “Jika Masjid mengalahkan pasar,” ujar
beliau, “maka pasar akan hidup. Tetapi jika pasar mengalahkan Masjid, maka
masjid akan mati.” Apakah yang kita lakukan sekarang? Apakah nilai-nilai pasar
sudah merasuki masjid? Di lapis-lapis keberkahan, sudah saatnya kita keluar
dari Masjid dengan membawa rasa diawasi Allah, kejujuran, dan persaudaraan;
untuk ditebar ke pasar-pasar.
Maka
apabila shalat telah ditunaikan, bertebaranlah di muka bumi dan carilah oleh
kalian sebagian dari karunia Allah. Dan berdzikirlah kepada Allah
sebanyak-banyaknya agar kalian beruntung. (Q.S. Al-Jumu’ah [62]:10)
Tulisan Ustadz Salim A Fillah di Buku Beliau 'Lapis-Lapis Keberkaha'
Tulisan Ustadz Salim A Fillah di Buku Beliau 'Lapis-Lapis Keberkaha'