Friday, May 29, 2015

Masjid


Oleh: Ustadz Salim A Fillah

"Bagian dari negeri-negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya," demikian sabda Rasulullah dalam riwayat Imam Muslim. Inilah letak-letik keberkahan yang paling bertebar kita jumpai di segenap penjuru bumi. Ia merupakan tempat yang paling teduh di dunia, sebab di sinilah para hamba menyungkurkan kepala dalam sujud berserah pada kekasihnya. Ialah tempat paling bercahaya di mayapada, sebab nama Dzat Yang Maha Agung disebut-sebut dengan takbir, tahmid, tasbih, dan tahlil yang mesra.

"Masjid adalah rumah Allah di muka bumi," kata Ibn 'Abbas, "yang akan bersinar bagi para penduduk langit, sebagaimana bintang-bintang di angkasa yang bersinar bagi para penghuni bumi."

Masjid dinisbatkan kepada Allah sebagai rumah-Nya, bukan karena ini adalah tempat tinggal-Nya. Maha Suci Dia lagi Maha Mulia. Ini adalah penghormatan dari-Nya terhadap para hamba yang menjadikan Masjid sebagai tempat berhimpun untuk mentaati-Nya. Hinggalah para permakmur Masjid ini juga dimuliakan dengan sebutan "keluarga Allah" oleh Sang Nabi dalam hadits riwayat Imam Ath-Thabrani.

Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, di waktu pagi dan petang; laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingati Allah... (Q.S. An Nuur [24]: 36-37)

Inilah orang-orang yang dikaruniai cahaya Allah. Mereka adalah insan-insan yang paling jujur, amanah, serta paling ihsan dalam menunaikan pekerjaan dan perdagangannya sebab selalumeyakini pengawasan Allah yang tak henti-henti. Dalam kesibukannya, hati mereka selalu rindu pada panggilan bermesra pada Sang Pencipta. Kumandang Adzan itu yang mengundang mereka bergegas menuju letak-letik kedamaian di lapis-lapis keberkahan. Payah dan lelah mereka sembuhkan di Masjid, ketika ruh tersambung kembali pada Rabb Yang Maha Tinggi.

Menuju Masjid adalah perjalanan yang sangat berharga. Para “Keluarga Allah” ini telah menanggalkan dosa dan melangitkan derajat di sisi Rabbnya, bahkan sejak mengayunkan dua langkah pertama.

“Barang siapa bersuci dari rumahnya kemudian berjalan menuju salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah untuk menunaikan suatu fardhu dari kewajiban-kewajiban yang diperintahkan Allah,”begitu titah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana dikemukakan oleh Imam Muslim, “maka salah satu langkah dari kedua kakinya akan menghapus kesalahannya dan langkah lainnya akan meninggikannya satu derajat.”

Lapis-lapis keberkahan itu berlanjut ketika mereka sampai ke Masjid. Dalam Shahihain tercantum sabda Sang Nabi bahwa ganjaran shalat bagi yang menunaikannya di Masjid dilipatkan hingga 27 derajat. Kemudian, penantian terindah adalah menunggu shalat dari selesainya suatu shalat. Pada saat itu, para “keluarga Allah” ini tak henti terhitung sedang shalat, dan malaikat terus menerus berucap, “Allahumma Shalli ‘Alaihi Allahummarhamhu. Ya Allah, limpahkan kebaikan sempurna kepadanya. Ya Allah, sayangi dia.”

Lapis-lapis keberkahan Masjid berlanjut dengan majelis ilmu yang ada disana, ketika firman Allah dihayati di rumah Allah oleh para “keluarga Allah”.

“Tidaklah suatu kaum berhimpun di satu rumah di antara rumah-rumah Allah,” ujar Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, dan Ibn Majah, “mereka membaca kitab Allah dan mengkajinya di antara mereka, melainkan rahmat akan dicurahkan kepada mereka, para malaikat menaungkan sayap-sayapnya, ketentraman turun pada yang duduk disana, dan Allah menyebut-nyebut nama-nama mereka semua dengan bangga pada kalangan makhluq-makhluq mulia di sisi-Nya.”

Curahan rahmat, betapa memuncak nikmat. Naungan sayap malaikat, betapa pembelaan dahsyat. Turunnya sakinah, betapa ketentraman indah. Disebut-sebut Allah, betapa bangga meruah.

Dan ketika hati terpaut pada rumah-Nya, di lapis-lapis keberkahan Dia menjaminkan perlindungan yang tak dapat disediakan, kecuali oleh-Nya.

Inilah Sang Nabi menyatakan, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan-Nya, pada hari ketika tiada naungan selain naungan-Nya.” Dalam hadits yang disepakati keshahihannya oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim ini beliau menyebutkannya satu demi satu, dan diantara mereka adalah, “Seorang lelaki yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid-masjid.”

“Makna dari terpaut,” tulis Imam An-Nawawi dalam syarh Shahih Muslim, “yakni sangat cina kepada rumah Allah itu dan bermulazamah, berusaha keras untuk senantiasa hadir menunaikan shalat berjama’ah padanya. Jadi, bukan dalam bentuk terus-menerus duduk di dalamnya.”

Masjid adalah salah satu pilar peradaban Islam, maka Rasulullah mengutamakan pembangunanya begitu tiba dalam hijrahnya di Madinah. Dari sanalah terbit lapis-lapis keberkahan, sebab hati-hati yang tersambung ke langit pastilah yang paling mampu membangun bumi.

Dr. Nashir ibn ‘Abdurrahman Al-Juda’i dalam At-Tabarruk Anwa’uhu wa Ahkamuhu menegaskan bahwa hampir semua urusan kejama’ahan dan kemasyarakatan kaum Muslimin menurut teladan dari kurun terbaik ditunaikan di masjid. Ialah madrasah yang telah meluluskan para ulama dan pemimpin ummat. Ialah tempat untuk berfatwa tatkala masyarakat mencari petunjuk untuk mengamalkan agama dalam menghadapi berbagai persoalan keseharian. Ia pula mahkamah untuk mengadili persengketaan di antara kaum Muslimin. Dahulu Sang Nabi menerima para duta negara lain juga di Masjidnya. Di bagian dari Masjid pula terdapat kemah untuk merawat yang sakit atau terluka. Ia adalah ribath, panti tempat para dhu’afa menggantungkan hajatnya selama belum termandirikan. Ke masjid jugalah kaum muslimin dihimpun dan ditata., untuk keberangkatan dalam jihad, dakwah dan urusan-urusan besar lainnya.

Sayyidina Abu Bakr Ash-Shiddiq pernah menengarai sebuah penanda peradaban. “Jika Masjid mengalahkan pasar,” ujar beliau, “maka pasar akan hidup. Tetapi jika pasar mengalahkan Masjid, maka masjid akan mati.” Apakah yang kita lakukan sekarang? Apakah nilai-nilai pasar sudah merasuki masjid? Di lapis-lapis keberkahan, sudah saatnya kita keluar dari Masjid dengan membawa rasa diawasi Allah, kejujuran, dan persaudaraan; untuk ditebar ke pasar-pasar.


Maka apabila shalat telah ditunaikan, bertebaranlah di muka bumi dan carilah oleh kalian sebagian dari karunia Allah. Dan berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya agar kalian beruntung. (Q.S. Al-Jumu’ah [62]:10) 

Tulisan Ustadz Salim A Fillah di Buku Beliau 'Lapis-Lapis Keberkaha'